Dompet Dhuafa

Sunday, September 07, 2008

Beri Tauladan Anak-anak Remaja Kita

Kultum Ustadz Syaiful, seorang ustadz muda berbakat yang berdomisili Perumahan Taman Raya, Tambun Selatan, Bekasi, ba’da sholat Isya menjelang sholat Tarawih di musholla dekat rumah kami dimana kami biasa sholat berjamaah, cukup mencengangkan saya.

Beliau adalah tipe ustadz yang gemar turun ke bawah ke masyarakat luas yang paling bawah sekalipun, tak terkecuali juga terhadap masyarakat ‘marginal’ dan juga lingkungan remaja yang pada umumnya memasuki masa-masa mencari identitas diri.

Ba’da tarawih beliau justru bukan bertadarus seperti pada umumnya kita di malam-malam bulan Ramadhan, melainkan malah menyambangi masyarakat yang gemar kumpul di tempat-tempat nongkrong / kongkow semisal pangkalan ojek. Nuansanya yang tak terlewatkan adalah kartu gaple dan sejenisnya dan biasanya dilengkapi dengan botol-botol warna hijau yang ada gambar-gambar bintangnya, ya minuman beralkohol, lengkaplah sudah.

Menurut ustadz, pastilah sulit mengajak mereka mendengarkan kata Tuhan di masjid. Dalam diri mereka ada perasaan bahwa tak layaklah mereka yang ‘kotor’ untuk datang ke rumah Tuhan. Lalu bagaimana agar kata-kata Tuhan sampai pada mereka? Ya tak lain ustadzlah yang musti jadi duta Tuhan membawa firman Tuhan pada mereka.

Dari mulut-mulut mereka sangat lancar menceritakan kontradiktif yang mereka lihat di masyarakat. Banyak orang yang dikesankan alim kok ditangkap KPK tuduhannya mencuri uang negara (rakyat) alias korupsi, ditelusuri lebih lanjut ternyata sering berkunjung ke tempat-tempat mesum dan lain-lain. Bupati A, Gubernur B, Anggota Dewan C ditangkap KPK karena diduga mencuri uang negara (rakyat) berjamaah. Ya orang-orang itu orang-orang terhormat semua, pendidikannya tinggi dan alim-alim….
Pelajaran-pelajaran tersebut semangkin membuat mereka pesimis tentang arti agama, firman Tuhan. Keteladanan yang mereka dapatkan bertolak belakang, beda 180 derajat.

Tentu saja hal tersebut harus diluruskan, karena mereka telah terlanjur menyama-ratakan (gebyah uyah dalam bahasa jawanya) terhadap semua hal, demikian ungkap Sang Ustadz. Lagi-lagi ini adalah panggilan baginya untuk menyambangi mereka.

Namun ternyata masih ada secercah harapan, di lubuk hati mereka masih tetap ada suara Tuhan meski sekecil apapun, nah hal itu yang dicoba ditumbuhkan. Dengan pendekatan ustadz yang lentur tetapi tetap membatasi koridor, secara bertahap merekapun akhirnya mau mencoba sholat dan puasa.

Kemudian dilain waktu coba dievaluasi….
“Bagaimana Bapak-bapak ada perasaan tertentu dengan jalankan perintah Tuhan”, sapa ustadz.
“Iya ada ustadz”, jawab mereka.
Wah ustadz seneng rupanya ada sentuhan hati.
“Apa yang dirasakan…” tanya ustadz.
“Ini ustadz perut melilit, kakinya pada pegel…”, jawab mereka.
Wah-wah Bapak-bapak ini rupanya kaget perutnya, dan pegel berdiri kebanyakan rekaat sholat tarawih, ….kirain ada getaran-getaran hati.

Baiklah memang musti pelan-pelan, tapi setidaknya mereka mulai mau mencoba meskipun dengan pendekatan lain…. Ya cara mereka. Jadi jangan campakkan mereka, mereka cuma kurang beruntung dengan lingkungannya.

Di episode lain, di pagi hari setelah waktu makan sahur menjelang shalat subuh, sungguh suasananya mengharukan, demikian ustadz melanjutkan, anak-anak muda terlihat berbondong-bondong di sekitaran menuju mushola dan masjid demikian juga suasana setelah shalat subuh. Wah kalau demikian sungguh merasuk ya pendidikan agama yang telah mereka terima. Namun mengapa anak-anak muda tersebut tidak bersegera menuju mushola atau masjid dan setelah shalat subuhpun tidak bersegera pulang melainkan hanya bergerombol di seputaran lepas musholla dan masjid. Masya-Allah apa yang mereka perbincangkan, bahwa mereka tengah berbisik-bisik menyusun strategi guna menyerang muda-mudi perumahan tetangga.

Karena cukup intens akhirnya mendorong Ustadz untuk menginterogasi mereka lebih lanjut, yang pada akhirnya singkat ceritanya memang mereka berencana menyerang muda-mudi warga Taman Raya yang bersebelahan dengan Bumi Lestari.

Setelah Sang Ustadz menangkap pointnya lebih jelas, dicobalah di-approach anak-anak muda ini, yang akhirnya mereka menyadarinya untuk tidak melanjutkannya aksi penyerangan tersebut.

Jadi wahai para orang tua rajinlah mengontrol putra-putrinya, tentunya dengan cara-cara elegan sehingga tidak mengesankan adanya suatu bentuk pengekangan atau perintah dan sejenisnya. Cobalah dimonitor bahwa mereka anak-anak kita adalah benar adanya menuju mesjid / musholla.

Bagaimana methodenya, lagi-lagi sebenarnya yang paling mujarab adalah keteladanan, makmurkanlah musholla dan masjid wahai para Ayah. Sudah bukan jamannya lagi kita main perintah-perintah, yang mereka perlukan adalah contoh. Non-sense bila kita bilang “nak shalat berjamaah di musholla / masjid adalah sunnah muakad yang hukumnya mendekati wajib, maka pergilah ke masjid / musholla”, sementara orang-tua tak memberi contoh / teladan. Akibatnya apa, ya tadi anak-anak kita lebih suka kongkow-kongkow meskipun masih diseputaran mesjid / musholla ketimbang menuju ke masjid / musholla, terjadilah hal-hal liar yang keluar dari pikiran anak-anak kita tersebut.

Jadi wahai para Ayah, kontrol anak-anak remaja kita dengan keteladanan bukan dengan kata-kata, demikian Sang Ustadz menutup sesi pertama kultumnya sebelum menuju materi kelas beratnya......

Related Articles



No comments:

Post a Comment

Donate for Palestine

MER-C


Article of the Day

This Day in History

Today's Birthday

Match Up
Match each word in the left column with its synonym on the right. When finished, click Answer to see the results. Good luck!